Salah satu prinsip dari Transformasi Digital adalah inklusivitas. No one left behind jadi satu jargon yang penting, karena memang perlu untuk mengikutsertakan semua orang saat mendorong transformasi digital. Bukan hal yang mudah, banyak tantangan yang muncul di dalamnya, terutama di Indonesia yang terkenal akan keberagamannya, baik secara geografis, budaya, jenjang pendidikan, bahasa dan sebagainya. Oleh karena itu, pendekatan tailor made dalam melakukan edukasi literasi digital coba dilakukan oleh ICT Watch karena kami percaya no one-size-fits-all, “tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua”. Program literasi digital harus selalu disesuaikan dengan pendekatan lokal agar benar-benar relevan dan memberi dampak nyata.
Hal ini yang saya sampaikan saat diminta menjadi salah satu panelis, mewakili ICT Watch, dalam kegiatan Aus4ASEAN Fellowship Regional Immersion – Digital Trade and Inclusive Digital Economy (Kuala Lumpur, 19/8), pada panel “From Access to Impact: Advancing Digital Inclusion for Less Advantaged Communities.” Regional Immersion ini mempertemukan 24 peserta dari negara-negara ASEAN dan Timor Leste, dan menjadi wadah penting untuk dialog kebijakan dan kepemimpinan pemikiran seputar Perdagangan Digital dan Ekonomi Digital Inklusif.
Pada kesempatan ini saya berbagi tentang:
📊 Lanskap digital di Indonesia serta tantangan untuk mencapai inklusivitas digital.
💡 Bagaimana ICT Watch, selama lebih dari 20 tahun, terus mendorong inklusi digital melalui berbagai inisiatif literasi digital.
🤝 Pentingnya kolaborasi multipihak agar transformasi digital benar-benar inklusif dan bermanfaat bagi semua kelompok masyarakat
Panelis yang lain, Arifah Sharifuddin dari Tech for Good Institute, menekankan bagaimana kesenjangan digital bukan lagi terkait hanya siapa yang belum dan sudah terhubung ke internet. Lebih dari itu, kesenjangan digital berbicara mengenai siapa yang sudah bisa memanfatkan internet secara bermakna dan produktif untuk mendorong ekonomi digital. Panelis lainnya, Niran Pravithana (Vulan Coalition), berbagi tentang upaya perusahannya memberdayakan kaum disabilitas di Bangkok, Thailand, untuk bukan hanya sekedar memanfaatkan tetapi dapat bekerja di sektor AI. Ini tidak hanya membuat mereka dapat produktif tetapi juga mereka dapat mengajarkan Large Language Model (LLM) dari AI tentang kebutuhan khusus dari kaum disabilitas itu sendiri.
Ada benang merah yang sama yang disampaikan oleh semua pembicara dalam panel ini, bahwa inklusi digital butuh kolaborasi para pemangku kepentingan (multi-stakeholder) untuk dapat bekerja sama memastikan tidak ada orang yang tertinggal dalam perkembangan teknologi ini.
Paparan yang saya sampaikan pada sesi ini dapat dilihat di bawah ini:
ICT Watch - Digital Literacy for Inclusivity Digital Transformation by Indriyatno Banyumurti
Komentar
Posting Komentar