Berantas Judol dari Kelurga


Kita tidak bisa memisahkan diri dari perkembangan teknologi digital yang ada, akan tetapi kita harus siap menghadapi tantangan yang muncul darinya. Keluarga adalah benteng utama untuk hadapi berbagai hal negatif di dunia digital, termasuk yang tengah marak dewasa ini: Judi Online alias Judol. Pada tanggal 16 Oktober 2024, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta, menyelenggarakan seminar yang bertajuk “Mencegah Penyebaran Praktik Judi Online dalam Lingkungan Rumah Tangga" yang diikuti 
40 (empat puluh) orang terdiri dari unsur anggota Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi DKI Jakarta.


Indriyatno Banyumurti (IB), mewakili ICT Watch, diundang sebagai salah satu narasumber di acara ini. Dalam paparannya, IB memaparkan tantangan-tantangan yang saat ini muncul di dunia digital, termasuk judol. IB menyampaikan bahwa pada dasarnya Judol adalah penipuan dengan berkedok kegiatan permainan yang dilakukan secara daring (online) dengan menggunakan uang sebagai taruhan. Berdasarkan data dari PPATK, Indonesia menjadi negara dengan pemain judi online terbanyak di dunia dengan jumlah sebesar 3,2 juta orang. Sebagian besar para pemain judi online berasal dari kalangan menengah ke bawah dengan nominal transaksi di bawah Rp100 ribu setiap bermain. Bahkan pemain judol yang berusia di bawah 10 tahun mencapai angka 80.000 orang! Hal ini disebabkan karena uang untuk taruhan atau depo yang perlu dibayarkan angkanya semakin kecil, bisa mencapai Rp 5000 - 10000 sekali main. 

Upaya blokir situs judi online yang dilakukan pemerintah bukan menjadi solusi ampuh dalam memberantas judol ini, karena ini hanya bisa mempersempit ruang gerak, bukan menghilangkan akses terhadap judol ini. Dampak dari judol pun sudah banyak diungkap media, mulai dari kerugian finansial, pencurian data pribadi, terabaikannya kebutuhan primer keluarga, sampai terganggunya kesehatan mental. 


Netrona Emran, yang merupakan seorang psikolog, menjadi narasumber kedua yang meninjau aspek psikologi dari judol ini. Menurutnya, judol ini adalah candu, dan jika seseorang sudah kecanduan parah bermain judol memang merupakan gangguan kesehatan mental dan harus ditangani oleh tenaga profesional, seperti psikolog. Individu dengan gambling disorder mengalami kesulitan mengendalikan keinginan untuk berjudi, yang menyebabkan gangguan/tekanan signifikan secara klinis. 


Oleh karena itu, lingkungan keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk dapat menangkal judol. Komunikasi yang konstruktif harus terus dibangun, dan untuk anak-anak, pengawasan orang tua terkait akitivitas digital anak menjadi hal yang harus dilakukan agar mereka tidak terjerumus bahaya judol ini.


Komentar