Tantangan Moderasi Konten Media Sosial dalam Demokrasi

“Solusinya bukan dengan memberikan tanggung jawab lebih ke pada platform untuk lebih ketat dalam moderasi konten, bukan juga dengan memberikan otoritas lebih kepada negara untuk meregulasi”

Perwakilan 12 CSO yang tergabung dalam Koalisi DAMAI (Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia) ikut berbagi dan belajar di "UNESCO Global Conference: #Internet4Trust" yang berlangsung di Paris, 21-23 Februari lalu. Sebuah konferensi yang berupaya melibatkan multi-stakeholders dalam merumuskan panduan bagi platform digital dalam memoderasi konten yang menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) dan konteks lokal. Pemerintah, bisnis, komunitas teknis, akademisi, media, CSO, dan lembaga internasional, duduk bersama, saling berbagi perspektif dari tiap pihak dalam isu ini. 

Mendengarkan cerita menarik dari Maria Ressa (CEO Rappler) tentang bagaimana intimidasi yang dia terima sebagai jurnalis perempuan di Filipina, juga Daniel Motaung whistleblower dari Kenya yang membuka cerita pilu para pekerja moderator konten di negaranya, sentilan dari Charlotte Ernst (anak muda dari Austria) tentang bagaimana minimnya pelibatan anak muda dalam pertemuan-pertemuan seperti ini, penegasan dari Dilara Begum (Bangladesh) tentang pentingnya literasi digital dan media di masyarakat untuk terciptanya iklim internet yang sehat, papran dari perwakilan platform digital bagaimana mereka bekerja dalam memoderasi konten, para akademisi dan peneliti yang menjabarkan hasil penelitian mereka di isu ini, dan juga perwakilan pemerintah tentang upaya mereka dalam membuat regulasi konten di negara mereka.

Dalam konteks Indonesia, pembahasan ini menjadi penting menjelang tahun politik 2024. Bagaimana internet dan media sosial yang seharusnya bisa menjadi media untuk mendorong demokrasi, dapat berubah menjadi “racun” dengan merebaknya disinformasi, teori konspirasi dan ujaran kebencian yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat kita. Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk dapat mengawal dan memastikan ruang publik berisi informasi yang benar, melalui praktik moderasi konten dengan tetap menghormati HAM dan kebebasan berekspresi serta memperhatikan konteks lokal.

Mengutip salah satu pernyataan Felipe Neto (influencer dari Brazil): “Solusinya bukan dengan memberikan tanggung jawab lebih ke pada platform untuk lebih ketat dalam moderasi konten, bukan juga dengan memberikan otoritas lebih kepada negara untuk meregulasi”. Betul, yang harus dipikirkan adalah bagaimana peningkatan peran serta multi stakeholders yang bermakna serta pemberdayaan kapasitas masyarakat dalam literasi digital. Tantangan kita bersama agar bagaimana regulasi moderasi konten dapat tetap menjunjung kebebasan berekspresi dan inklusi, sembari tetap mendorong ketersediaan informasi yang akurat dan terpercaya 

Together, we will shape an internet for trust

Catatan:
Keberangkan Koalisi DAMAI ke UNESCO Global Conference: #InternetforTrust atas dukungan dari UNESCO melalui project Social Media for Peace. 12 CSO yang tergabung dalam Koalisi DAMAI adalah sebagai berikut:
  1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
  2. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
  3. Centre for Digital Society (CfDS)Universitas Gadjah Mada
  4. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia
  5. ECPAT Indonesia
  6. ICT Watch
  7. Jaringan GUSDURian
  8. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
  9. Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo)
  10. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
  11. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
  12. Yayasan Tifa

Komentar