Koneksi Bermakna untuk Semua - Catatan dari Digital Citizen Summit 2025

Saat banyak orang bilang bahwa internet menjadi kebutuhan dasar manusia, apakah benar semua lapisan masyarakat sudah merasakan manfaatnya? Atau hanya ternyata hanya sekelompok orang tertentu saja yang bisa "mengambil keuntungan" dari internet dan meninggalkan sebagian lainnya sebagai "penonton di era digital"?

Kota Hyderabad di India kembali menjadi tuan rumah gelaran Digital Citizen Summit (DCS) 2025 yang berlangsung pada tanggal 14-15 November 2025, yang pararel berbarengan dengan Citizen Network  Xchange (CNX). DCS menjadi ruang diskusi dari para pemangku kepentingan di isu internet (pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, akademisi dan para praktisi) yang saling berbagi tentang bagaimana mewujudkan internet yang accesible, affordable dan meaningful. Dilengkapi dengan diskusi di CNX yang fokus pada isu konektivitas komunitas, keadilan spektrum dan inovasi di daerah pedesaan. Mewakili Indonesia, ICT Watch bersama Common Room dan LocNet hadir di kegiatan ini untuk turut berbagi kondisi yang ada di Indonesia.

AI Literacy for All adalah salah satu sesi yang diampu ICT Watch. Indriyatno Banyumurti (ICT Watch) berbagi tentang bagaimana kondisi internet di Indonesia serta tantangannya, dan bagaimana upaya yang dilakukan di Indonesia agar Kecerdasan Artifisial (AI) dapat menjadi inklusif. Mengutip dari AI Literacy Framework (ICT Watch, 2025), rekomendasi yang diberikan untuk mewujudkannya adalah dengan mendorong Literasi AI untuk masyarakat secara inklusif, termasuk untuk kelompok rentan. Selain itu perlu integrasi nilai-nilai lokal dalam setiap inovasi AI, memastikan transparansi, akuntabilitas dan keamanan dalam implementasi AI, serta mendorong kerjasama di antara para pemangku kepentingan. Tisha Amelia (Common Room) berbagi tentang program Co-LABS (Community Innovation Labs for Climate Resilence) yang menghubungkan teknologi digital, komunitas lokal dan ketahanan iklim, yang bertujuan untuk membantu masyarakat di pedesaan dapat menggunakan data dan teknologi untuk dapat mendukung kehidupan mereka. AI dimanfaatkan untuk dapat membantu mengelola dan menganalisis data yang ada secara praktikal, misalnya untuk menterjemahkan pola cuaca, monitor kualitas air, dan sebagainya, dengan contoh di kawasan Pulo Aceh dan Maros. Pada sesi ini juga para peserta berbagi tentang inisiatif yang dilakukan di India untuk mendorong Literasi AI, seperti pelatihan yang dilakukan untuk perempuan di daerah rural, serta pentingnya memahami konteks lokal dalam melakukan edukasi terkait AI.

Pada sesi The Power of Local: Stories from the Field, Akhmat Safruddin (Somat) dari Local Network Initiatives (LocNet) menekankan bahwa pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal untuk mewujudkan konektivitas yang bermakna, karena dengan itu mereka bisa membangun solusi yang lebih tangguh dibandingkan dengan solusi yang dibawa dari "pusat". Komunitas lokal memahami konteks daerahnya jauh lebih baik dibandingkan para pakar, sehingga inisiatif yang dibangun dapat lebih tangguh. Hal ini juga perlu didukung dengan kepemimpinan di tingkat lokal yang baik sehingga dapat mendorong kebijakan yang lebih baik, dukungan publik serta inovasi.

Gustaff Iskandar (Common Room) menjadi salah satu panelis di sesi Community Networks in the Era of AI dengan menceritakan inisiatif dari Common Room untuk mendorong konektivitas yang bermakna (meaningful connectivity) melalui program Sekolah Internet Komunitas. Program yang memberdayakan komunitas lokal untuk dapat berdaya membangun infrastruktur internet secara mandiri, disertai dengan program pengembangan kapasitas bagi pelaku maupun masyarakat yang terdampak, sehingga infrastruktur yang dibangun dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat. Selain itu, Gustaff juga menegaskan program Co-LABS yang memanfaatkan AI agar data yang ada dapat diberdayakan sendiri oleh masyarakat desa untuk lebih mengenal ketahanan iklim sehingga mereka lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.

Masih banyak sesi menarik yang tersaji dalam kegiatan ini. Akan tetapi setidaknya ada 3 poin yang bisa disimpulkan untuk dapat mewujudkan teknologi digital yang inklusif, koneksi yang bermakna untuk semua (meaningful connectivity for all):

  1. No One Left Behind. Tidak boleh ada yang tertinggal dalam perkembangan teknologi digital, termasuk teknologi terbarukan seperti AI. Segala upaya perlu dilakukan agar setiap orang dapat merasakan manfaat teknologi ini, termasuk masyarakat di daerah 3T dan kelompok rentan (seperti disabilitas, perempuan, orang tua dan sebagainya)
  2. Meaningful Connectivity and Meaningful Participation. Teknologi internet yang dihadirkan harus dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat yang menggunakannya. Ini harus diwujudkan melalui partisipasi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan.
  3. No One Size Fits All. Indonesia yang memiliki beragam budaya, demografi dan luasnya geografi tentu memerlukan pendekatan yang beragam, tidak bisa seragam. Solusi yang datang dari "pusat" belum tentu cocok untuk wilayah lainnya, perlu belajar dari masyarakat lokal untuk dapat menghadirkan teknologi digital yang bermakna, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. 

Komentar