Belajar Digital Parenting dari Anak SMA

Orang tua seharusnya mendampingi anak ketika anak mulai memegang gawai, memberikan arahan, berdiskusi tentang potensi dan resiko di internet, bukan hanya melarang ini itu tapi menjadi bagian dari "proses belajar" anak, serta menjadi panutan digital yang baik.

Pernyataan tersebut muncul dari salah satu panelis yang merupakan siswa di SMA di salah satu sesi pada acara Family Online Safety Institute (FOSI) Annual Conference 2019 yang diselenggarakan di United States Institute of Peace (USIP), Washington DC dengan mengambil tema besar: 2020 Vision: The Future of Online Safety. Puluhan pembicara hadir pada kegiatan ini yang mengisi sekitar 14 sesi. Pada salah satu breakout session, saya memilih untuk mengikuti sebuah sesi yang bertajuk "Parenting in the Digital Age - GenZ Online: One Generation, Different Kids, Different Digital Experience", menghadirkan panelis belia yaitu tiga orang anak SMA yang berbagi tentang pengalaman mereka di dunia digital yang tidak banyak diketahui oleh para orang tua, dipandu oleh host tayangan podcast "Their Own Devices": Marc Groman dan David Reitman.



Perilaku anak muda (GenZ) di dunia digital memang terkadang tidak dipahami oleh generasi sebelumnya (GenY dan GenX) yang menjadi orang tua mereka. Misalnya terkait penggunaan media sosial, rata-rata dari mereka ternyata mempunyai lebih dari satu akun Instagram. Ada akun organisasi dan akun pribadi. Akun pribadi pun terbagi lagi: akun untuk publik, akun finsta dan akun sinsta. Terus terang saya pun baru mendengar istilah finsta dan sisnta ini. Finsta ternyata adalah singkatan dari dua kata "fake" dan "Instagram", yang artinya akun Instagram palsu yang digunakan seseorang untuk menutupi jati diri aslinya, sehingga dia lebih bisa bebas berekspresi tanpa takut diketahui siapa dirinya. Sedangkan "Sinsta" kependekan dari "secret" dan "Instagram". Jika di akun biasa mereka biasa mengkurasi foto yang akan ditampilkan, maka di akun sinsta ini penggunanya lebih bebas dan tidak peduli foto yang dia posting akan dinilai apa oleh orang. Sinsta banyak digunakan untuk menampilkan jati diri sesungguhnya, tapi hanya untuk kalangan terbatas. "Akunnya memang saya setting privat, dan mungkin yang bisa follow saya hanya sekitar 30 orang yang merupakan teman dekat saya".

Suasana Main Session FOSI Annual Conference 2019
Walau begitu, mereka pun sangat memperhatikan masalah privasi. Mereka sadar mana foto yang boleh atau tidak menjadi konsumsi publik melalui settingan privasi di akunnya masing-masing. Akan tetapi mereka tetap sadar bahwa tidak ada jaminan 100% postingan di akun yang privat tidak akan bocor ke ranah publik, tapi setidaknya mereka sudah berusaha untuk memilah-milahnya. Karena mereka juga memahami bahwa media sosial adalah salah satu media yang dapat membangun pencitraan (image) mereka.

Delegasi dari Indonesia: Donny BU - Banyumurti - Dedy Permadi
Terkait dengan banyaknya kegiatan yang menyoroti kehidupan remaja di dunia digital, para panelis muda ini memberikan apresiasinya. Akan tetapi mereka punya catatan penting terkait keterlibatan anak muda dalam kegiatan seperti ini. "Tidak bisa kalian para orang tua membicarakan masalah yang kami hadapi, tanpa melibatkan kami dalam diskusinya, karena kamilah yang paling mengerti dunia kami sebagai anak muda". Selain itu, mereka pun menyoroti peran orang tua dalam pengasuhan anak di dunia digital. "Orang tua seharusnya sejak awal, ketika anak mulai mengenal internet, sudah mendampingi sang anak. Memberikan pelajaran yang dibutuhkan anak di dunia digital, sekaligus memberikan "warning" terkait bahaya yang dapat menimpa, bukan dengan selalu memberikan larangan kepada anak. Learning process ini yang tidak banyak diberikan orang tua kepada anaknya, seperti saya yang menjalani semua ini dengan otodidak". Teladan digital atau digital role model juga menjadi kewajiban orang tua, agar anak dapat mencontoh perilaku orang tuanya di dunia digital. "Sementara orang tua saya terlalu mencintai media sosialnya, hidupnya seolah tidak bisa lepas dari Facebook sehingga saya terkadang merasa kurang mendapat perhatian penuh darinya"



*Tulisan ini dibuat setelah mengikuti kegiatan FOSI Annual Conference 2019 yang diselenggarakan di Washington D.C. pada tanggal 21 November 2019. Keberangkatan ke event ini atas undangan dari FOSI dengan dukungan dari Netflix.

Komentar

Posting Komentar